Resolusi dalam Revolusi

Resolusi dalam Revolusi
           Dasawarsa ini polemik pro dan kontra mengenai perayaan tahun baru masehi masih saja hangat di kalangan umat Islam. Sebagian berpendapat bahwa perayaan tahun baru kegiatan yang kurang berfaedah serta menyamai umat atau kaum lain. Setiap pemikiran memiliki alasan tersendiri, hanya karena sebuah terompet dan petasan menjadi alat untuk memeriahkan tahun baru menimbulkan dua kubu pro dan kontra. Dengan bermodalkan ikut-ikutan trend yang ada menimbulkan gengsi khususnya pada generasi muda.
Pergantian tahun merupakan proses alamiah yang mana bumi berotasi sekali menghasilkan satu hari, berotasi sebanyak 365 kali yang biasa kita sebut berovolusi yang mana peredaran bumi kepada hari yakni 1 tahun. Membahas perkara pro dan kontra selalu tidak ada ujung, generasi muda diharapkan mampu mengambil sisi positif dari setiap kejadian bukan sekedar ikut-ikutn saja.
Resolusi dalam revolusi selalu menjadi angan-angan pada setiap orang. Mereka yang mengharapkan menjadi lebih baik lagi baik dari pribadi dan penampilan. Ada yang sukses dalam mewujudkan impiannya dan ada yang hanya sekedar menjadi pelangi memang indah tapi sekejab hilang bahkan ada yang mesti gigit jari karena resolusinya masih seumuran  percikan kembang api.
Pada akhir 2014 menurut studi dari Australia, 2 dari 3 orang gagal mencapai resolusi yang dibuatnya pada akhir tahun sebelumnya. Kegagalan yang dialami tidak membuat mereka kapok dan menyerah. Sekitar 42% populasi studi tersebuat masih membuat resolusi tahun baru untuk 2015. Lebih lanjut dalam studi tersebut dikatakan, 80% responden yang disurvei mengaku gagal memenuhu resolusi hanya dalam jangka waktu tiga bulan setelah membuatnya (Tirto.id:2017 ).
Menurut data di atas memberikan alasan serta kekuatan untuk melakukan resolusi ketimbang memperdebatkan pro dan kontra dalam perayaan tahun baru. Mewujudkan resolusi memerlukan berbagai tahap yakni berpikir, berkontemplasi, mempersiapkan diri, dan melakukan perubahan. Butuh kesiapan diri dan mental dalam melakukan perubahan karena tidak semua hasil akhir sesuai dengan harapan kita. Bukan hanya sebuah opini dalam resolusi tapi juga dibutuhkan aksi karena kegagalan dalam resolusi tahun baru berimbas pada rendahnya penilaian diri dalam jangka panjang.
          Terompet, dan petasan adalah sebuah bentuk kreatifitas dalam merayakan perayaan tahun baru. Perlu kita berfikir lebih jauh lagi semua berawal dari keyakinan diri sendiri. Jka benar adanya Tuhan telah murka karena hanya sebuah terompet, mungkin malaikat israfil kini sudah beralih profesi menjadi kuli batu.
Malang, 29 Januari 2018
Aymar Qukey

Komentar