DI BALIK KARTU BUKU

DI BALIK KARTU BUKU
            Siapa yang akan mengira sebuah pesan nan indah tergores di balik kartu buku yang berada di perpustakaan. Itu semua di tujukan untukku sang pemilik nama Lily.
∞∞∞∞∞
Jam di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 07.45, dan lima belas menit lagi tulisan close itu akan berubah menjadi Open. Sebelum itu, aku tak bisa membiarkan diriku mematung, banyak pekerjaan yang menungguku. Pekerjaan rutin yang kulakukan selama 2 tahun ini tak pernah membuatku jenuh.
            Satu per satu pengunjung memenuhi ruangan ini. Beberapa pengunjung mengarahkan tubuhnya ke lantai dasar. Keramik berwarna kuning siap menyambut langkah kaki mereka, deretan rak berisi ratusan buku tentang pendidikan, dan pengetahuan umum, serta puluhan meja dan kursi kayu pun tertata rapi di sebelah kanan tempat komputer.
            Tempat favorit pengunjung adalah lantai atas. Tata ruangnya memang sama dengan lantai dasar, yang membedakannya adalah ratusan buku karya sastra, ilmiah, dan penemuan terpajang. Selain itu, pengunjung dapat menikmati keindahan alun-alun, dan kota ini dari balkon dengan puluhan photo booth di setiap sisi balkon. Konsep bangunan jendela dunia ini tak lain untuk membuat pengunjung betah dan nyaman berada disini.
∞∞∞∞∞
            Dari banyaknya pengunjung, mataku selalu tertuju kepada sesosok lelaki bermata empat, dengan sweater, dan celana kain yang melekat pada  tubuhnya. Bagaimana tidak, setiap tiga hari sekali dia akan terlihat memasuki tempat ini dan memulai menjelajahi semua buku dari lantai dasar, dan di hari minggu dia akan tenggelam bersama laptopnya hingga sore hari di lantai atas. Setiap menjelajah perpustakaan ini, dia akan berakhir dihadapanku dengan tiga buku ditangannya.
            “Lihat Lily, siapa yang datang?”
            “Pasti Ilham lagi kan.”
            “Bukan. Lelaki itu lagi, Adrian namanya. Ternyata di seorang penulis” Jelas Nina
            “Ooo. Pantas saja dia selalu datang kemari. ”
∞∞∞∞∞
Setiap akhir pekan, sebelum pulang aku harus mengantarkan semua buku ke tempat asalnya. Entah kenapa hanya ada aku seorang. Seperti biasa, sebelum mengembalikan ke tempatnya aku memasukkan kembali kartu buku ke kantongnya. Tanpa sadar aku menjatuhkannya, dan kartu itu  terbalik. Halaman belakang kartu yang seharusnya suci, terlihat penuh dengan goresan tinta.
“Seberapa lama aku menunggu sang kereta datang untuk mengantarkanku ke tempat tujuanku, selama itulah kuharap aku dapat mendapatkanmu. Tapi, tak semilipun kereta itu datang, hingga akupun terlambat untuk mebuka pintu hatimu. Kuharap, kereta itu datang, dan engkau kan mennyadarinya. LILY” isi pesan itu.
Tak hanya itu saja, setangkai bunga Lily, dan secarik kertas bertuliskan “untuk LILY”, tertinggal di sebuah meja. Aku tak tahu perasaan apa yang harus ditunjukkan raut wajahku, senang atau takut karena rasa tak nyaman.
            Tak ingin berlarut-larut dengan ini semua, aku hanya menaruh bunga itu di sebuah vas dan meletakkanya di meja, dan bergegas pulang sebelum larut malam. Ramainya jantung kota itu tak kuhiraukan, dengan bergegas kulangkahkan kaki ini ke sebuah halte, dan saat itu aku merasa seseorang tengah membuntutiku. Mungkin saja hanya halusinasi semata. Entah mengapa aku membenci hari ini, karena setiap itu pula aku merasa tak nyaman.
∞∞∞∞∞
            Seminggu berlalu, dan selama itu pula aku selalu mengecek ke balik kartu buku. Di antara tumpukan buku yang akan kukembalikan ke tempatnya, terdapat satu rangkaian kata untukku.
            “Saat sang mentari dengan teriknya membakar bumi, namun tidak dengan dirimu. Engkau begitu sejuk kupandang, bahkan angin malu untuk menampakkan dirinya. Ingin aku dapat meraihmu, namun engkau berlalu begitu saja tanpa meninggalkan  jejak. LILY”
            Bukan hanya itu saja, di minggu ketiga aku medapatkannya lagi, tetap sama, di balik  kartu buku.
            “Engkau hanya sibuk dengan benda padat berbentuk persegi yang ada dihadapanmu. Hingga kini aku menunggu saat engkau memalingkan pandanganmu untukku. LILY”
∞∞∞∞∞
Setelah kehadiran pesan dibalik kartu buku itu, aku merasa hidupku mulai terganggu. Bagaimana tidak, aku hanyalah perempuan biasa, ukuran tubuhku pun standar, pekerjaanku hanya bergelut dengan buku, dan seulas senyum yang menurut orang begitu sedap untuk dipandang. Tak ada hal istimewa yang melekat padaku. Apakah itu semua adalah kejahilan Nina atau petugas lain.
“Hei Ly. Bengong aja. Ntar kesambet baru tahu rasa.”
“Hei Nin. Apa kabar?”
“Wah bener-bener kesambet rupanya. Tumben nanyain kabar.”
“Emb.. hehehe. Sekali-kali nggak masalah kan.”
Bodohnya aku, apa yang aku pikirkan. Sudahlah lupakan saja, dan kembali bekerja. Tumpukan buku telah menantimu di lantai dasar.
∞∞∞∞∞
            Kali ini, sebuah sapaan datang kepadaku, dan aku aku merasa bingung dibuatnya. Dari banyaknya kunjungan yang dilakukannya ini pertama kalinya dia menyapa.
            “Hai” ucapnya gagap
            “Iya. Ada yang bisa saya bantu.”
“Bisakah anda membantu saya mencari buku mengenai kota ini?” ucapnya gagap.
            “Tentu. Kalau boleh tahu buku itu untuk apa?”
            “Buku itu untuk referensi saya menulis.”
∞∞∞∞∞
Waktu cepat berlalu, hari minggu telah menantiku. Tak bisakah dia menghilang dari kalender. Setiap hari itulah, bunga Lily terletak di meja, dan untuk orang yang sama.
“Cie.. yang dapat bunga terus.”
“Apaan sih Nin. Ini bunga dari kamu kan?”
“Ya nggak mungkinlah. Daripada aku beli buat kamu, mending aku beli buat aku sendiri. Suer. Mungkin dari Ilham. “
Setelah pekerjaan ini selesai kami berdua pulang ke tempat peraduan kami. Seperti biasa aku pulang tanpa seorang pun di sampingku. Tapi, rupanya langit tak mengijinkannya. Sesesok lelaki yang telah lama kukenal menghampiriku.
“Hai Ly. Nunggu hujan reda ya.”
“Iya Ham.”
“Kuantar pulang ya. Kali ini jangan menolak permintaanku, dan aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”
Belum sempat mulut ini menolak, Ilham lebih dulu menggenggam tanganku. Kami pun pergi ke suatu tempat dan menghabiskan akhir pekan kami dengan berkeliling kota dan berakhir dengan makan malam di sebuah tempat.
“Ham. Terimakasih untuk hari ini.”
“Sama-sama. Sampai jumpa lagi.”
“Ham, tunggu. Apa kamu yang selalu meninggalkan pesan di balik kartu buku dan bunga lily dimeja?” ucapku ragu.
“Memangnya kenapa?” Aku lebih suka memberikannya langsung. Seperti yang kulakukan untuk kamu.”
“Emmb. Kalau begitu hati-hati di jalan.”
∞∞∞∞∞
Kesibukanku bertambah ketika aku bertanggung jawab untuk menangani tumpukan buku yang baru datang. Ramainya pengunjung pun tak kuhiraukan, bahkan kehadiran sesosok lelaki yang senantiasa berkunjung kemari .
“Hai. Bisakah kamu membantuku lagi?”
“Maaf untuk kali ini aku ada urusan yang harus kuselesaikan.” Belum sempat aku membalikkan badan, suara itu memanggilku.
“Maaf mengganggu. Nama kamu Lily kan? Nama itu sangat sesuai dengan dirimu. Tahukah kamu bahwa bunga Lily berarti manis, sederhana, dan cantik. Iya kan?”
“Anda memang benar, tapi saya tak seperti yang anda ucapkan. Maaf saya permisi dulu.”
∞∞∞∞∞
Buku-buku itu telah kuselesaikan, namun masih ada satu pekerjaan yang belum kuselesaikan, mencari tahu siapa yang menuliskan pesan di balik kartu buku. Disaat keadaan mulai sepi, aku memutuskan untuk mencari tahu. Firasatku mengatakan bahwa masih ada beberapa pesan yang tertulis di balik kartu buku. Tentu aku harus mencarinya.
            Memang tak mudah menemukan jarum diantara tumpukan buku ini. Tapi aku harus berusaha untuk menemukan pelakunya. Aku mulai menjelajah di lantai dasar, hasilnya terdapat kartu buku berisikan pesan.
 “Setiap hari engkau menerobos pekatnya malam, dan setiap itu pula engkau akan mematung di sebuah halte. Sampai kapan engkau bertahan dengan kesendirianmu. Tak berharapkah engkau kan datang seorang yang menawarkan dirinya untuk menemani langkah kakimu. LILY”
Keesokannya aku meneruskan pencarianku. Aku mulai menjelajah dari ujung kanan ruangan ini. Dari banyaknya buku, hanya ada satu yang kartu yang berisi pesan dibaliknya.
“Kesibukanmu membuat kesempatanku hilang untuk lebih dekat denganmu. Bahkan waktu pun merasa kasihan kepadaku, karena satu menit pun tak sampai untukku memandangmu. LILY”.
Sebuah suara yang kukenal menyapaku. Dia membuatku menghentikan pencarian, dan membuatku bersalah kepadanya.
“Hai Ly, dari kemarin kamu sibuk dengan buku. Boleh kubantu mencari buku?”
“Hai Ham. Terimakasih, tapi bukunya sudah kutemukan.”
“Lily, aku ingin mengatakan sesuatu, meskipun aku tahu jawabanmu. Tapi setidaknya aku ingin mengungkapkan ini untuk terakhir kalinya. Aku ingin kamu mengisi ruang kosong ini. Tapi jika tidak, maka aku akan berhenti.
“Ilham, maaf jawabanku tetap sama. Aku hanya menggapmu sebagai teman.”
∞∞∞∞∞
            Pekerjaanku berjalan seperti biasanya, bergelut dengan segudang buku. Namun, aku masih memikirkan semua ini, dari semua orang disini tak mungkin melakukan itu semua. Tanpa sadar sebuah kartu buku, bunga lily, dan sketsa wajahku terletak di meja peminjaman buku.
            “Ini adalah pesan terakhir dariku. Kuharap kartu-kartu itu akan menunjukkan kepadamu bahwa terdapat rangkaian kata yang kuselipkan dibaliknya. Masih kuingat saat pertama kali tempat ini mempertemukan kau dan aku. Senyummu yang indah memberikanku sebuah karya. Terimakasih atas segalanya.”
Tanpa berpikir panjang, aku mengumpulkan semua kartu buku yang berisi pesan dibaliknya. Masih kuingat jelas, dimana kartu itu berada. Aku yakin akan dapat menemukan siapa pelakunya.
Kuletakkan seluruh kartu itu di sebuah meja berukuran satu meter. Kucermati pesan tersebut, namun tak kutemukan titik terangnya.
Setelah berpikir dan mengingat dari seluruh kejadian yang aku alami, sebuah ide muncul dari otakku. Kulihat daftar nama peminjam yang tertulis di kartu, dan terdapat hal aneh di dalamnya. Kemudian, jika kukumpulkan huruf awal dari judul buku itu, hasil akhir yang kudapat adalah jawaban dari pertanyaanku.
∞∞∞∞∞
            “Terimakasih atas bunga Lily dan rangkaian kata indah yang kamu selipkan di balik kartu ini..”
Dengan kesal aku menaruh tumpukan kartu buku, bunga lily, beserta sketsa wajahku yang selama ini aku kumpulkan. Lelaki itu rupanya masih terpaku ditempat duduknya. Rupanya dia sangat terkejut mendengar apa yang aku lontarkan. Aku pun bergegas meninggalkannya, namun tangannya berhasil menghentikan langkah kakiku.
“Tunggu Lily, aku ingin menjelaskan semuanya.”
“Nama kamu Adrian yang berarti pemberani, iya kan? Tapi sayangnya tak sesuai dengan dirimu. Aku tahu semuanya. Jika huruf awal dari enam judul buku disusun, maka namamulah yang akan muncul. Apa maksud semua ini, pesan di balik kartu buku, bunga lily, sketsa wajahku, selalu datang ke perpustakaan, dan membuntutiku ketika aku pulang. Kupikir engkau hanya seorang penulis yang datang untuk mencari referensi.”
“Maaf. Aku bukanlah orang yang pandai dalam berbicara terutama kepada orang yang mampu mengalihkan perhatianku. Aku hanyalah orang yang mampu mengatakan itu semua dalam bentuk coretan dibalik kartu buku, dan suatu saat engkau akan mengetahuinya.”
Aku pun bergegas meninggalkannya, bahkan teriakannya tak menyurutkan langkah kakiku.
∞∞∞∞∞
            Sejak kejadian itu, dia yang ingin kulupakan nama dan sosoknya tak pernah muncul dihadapanku. Hingga suatu hari, sebuah buku berisi secarik kertas datang menghampiriku.
            “Maaf. Hanya itu yang mampu ku ucapkan meskipun tak berarti. Terimakasih telah menjadi inspirasi bagi novelku dan  bagi hidupku. Berkatmu novelku telah sempurna, dan kuharap engkau bersedia menjadi penyempurna hidupku meskipun itu sangat sulit. Terimakasih telah membantuku, dan menghiasi hari-hariku, senyummu membuatku semangat. Semoga engkau menyukai karyaku, sebuah novel yang akan mampu menjawab pertanyaanmu. LILY. Sampai jumpa.”
∞∞∞∞∞
            Novel ini berisi rangkaian kata yang mampu meluluhkan para pembacanya. Benar saja, alur novel ini menceritakan seorang lelaki bernama Adrian yang menyimpan perasaan kepada perempuan bernama Lily.
Dimulai dari awal pertemuan dia, sehingga mampu merubah hidupnya, melihat Lily dari kejauhan, memberikannya bunga Lily, membuat sketsa wajahnya, memastikannya pulang dengan selamat, dan mengungkapkan perasaannya melalui pesan dibalik kartu buku, dan berakhir dengan bahagia.
∞∞∞∞∞
            Lelaki itu datang tepat dihadapanku, membangunkanku yang tenggelam dalam bacaan novel karyanya.
            “Lily, aku minta maaf untuk semuanya. Maaf membuatmu tak nyaman selama ini.”
            “Oke. Aku Maafkan.”
            “Lalu, untuk jawaban dari semua pesan di balik kartu itu?”
            “Ini Novelmu. Jawabanku terdapat di balik kartu buku ini.”
∞∞∞∞∞

            Kami berdua menghabiskan akhir pekan dengan mengelilingi jantung kota ini. Berbagi cerita, dan pengalaman masing-masing. Kami berdua telah sepakat untuk berteman, dan membiarkan waktu berjalan. Akankah kami berdua akan berakhir seperti kisah novelnya. Hanya hati yang dapat menentukan dimana kami harus berpijak.

Komentar