BERKIBARLAH UNTUK INDONESIA
JihanFee
Tahun
2001
Wajah
itu nampak lebih dewasa. Seulas senyum menghiasi bibirnya. Kerudung yang
menutupi sebagian rambutnya dan Kalung yang membalut dilehernya, menggantung
anggun. Dengan motif kebaya bunga-bunga. Mengingatnya membuat kenangan itu
kembali berputar-putar dikepala Mega.
Sepasang
mata Mega tak juga beranjak dari layar monitor. Ia masih tetap fokus menatap
satu wajah disana yang begitu mirip dengannya. Yang tak lain adalah Ibu Kandung
Mega. Sejak ibunya meninggal di tahun 1980, Ia tak dapat melihat wajah Ibunya
lagi. Mega hanya dapat melihat dari layar monitor komputer miliknya. Dan Sesekali
Ia juga membaca artikel di internet tentang Ayah dan Ibunya. Kemesraan keduanya
di tahun 1943, membuatnya ingin kembali dan turut dalam memperjuangkan nama Indonesia.
Namun sayang, pada tahun itu Mega belum terlahir dan ibunya masih mengandung
kakaknya, Guntur. Pada tahun itulah nama Ibunya mengguncang seluruh nusantara,
dengan gelar kehormatannya sebagai Ibu negara. Sebut saja beliau, Ibu
Fatmawati.
Tahun
“
Ibu ceritakan padaku, tentang ibu ditahun 1945. Nama Ibu Selalu disebut dalam
buku pelajaran sejarah sekolahku, sebagai orang yang pertamakali menjahit
bendera merah putih untuk Indonesia itu bu ?” Tanya Mega dengan menunjuk ke
tiang bendera dihalaman rumahnya. Pada saat itu sedang memperingati 17 Agustus,
hari kemerdekaan Indonesia. Saat itu usinya masih 10 tahun.
Tahun
1945
Saat
itu Indonesia masih ramai dengan kebisingan peluru-peluru yang menjadi musik
keseharian. Darah yang menjadi wewangian setiap harinya. Dan ditahun itu pula
suara peluru lambat laun tak lagi didengar dan darah tak lagi berbau. Bahkan
seluruh nusantara, bersorak “Kita telah Merdeka!”
“
Beberapa hari yang lalu itu, Ayahmu memesan beberapa gulungan kain dasar merah
dan putih untuk dijadikan sebagai lambang bendera Indonesia. Saat itu juga, Ayah
juga harus memastikan bahwa tentara jepang tidak mengetahui makhsud Ayahmu
memesan kain dengan warna dasar merah dan putih itu. Sebab, lambang bendera
jepang juga berwarna merah dan putih “ Ibu Fatmawati mulai mengisahkan tentangnya
di Tahun 1945, detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, dan
telah dijanjikan Oleh tentara Jepang.
“
Setelah Ayahmu memesankan kain untuk Ibu beberapa hari yang lalu, Ibu menyuruh
seorang pemuda yang bernama Chaerul Basri untuk menemui Shizumi, seorang
pembesar Jepang. Shizumi adalah pimpinan barisan Propaganda Jepang, yaitu
Gerakan Tiga A. Dia juga ditunjuk sebagai perantara dalam perundingan Indonesia-Jepang
pada tahun 1943”. Mata Ibu Fatmawati
sedikit berbinar-binar, Waktu itu membuatnya terasa sesak dengan kondisi yang
semakin terpuruk. Hanya sebatas mimpi bahwa saat itu Indonesia benar-benar
merdeka.
“
Seusai sarapan pagi, Ibu mengusap lembaran kain yang sudah diantarkan oleh
Chaerul kerumah. Lalu ibu mengambil jarum dan benang, dengan tekad yang kuat
Ibu menjahit. Menjadikan paduan kain merah dan putih menjadi satu. Sesekali ibu
juga terisak dalam tangis saat menjahit bendera kebanggasaan itu, Mega”.
Tangisnya kini mulai beruraian, matanya terlihat lebam. Mengingat sejarahnya di
tahun 1945.
“
Lalu .. Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945. Ibu menatap lekat keatas awan,
bendera pusaka, bendera merah putih telah berkibar disana, dihalaman istana.
Menandakan Indonesia benar-benar sudah merdeka. Ibu sungguh tak percaya bahwa
Indonesia akhirnya merdeka dan bendera pusaka yang dijahitnya telah berkibar
dengan gagahnya. Ibu merasakan hal yang sangat mustahil telah diraih oleh
bangsanya, sebuah kemerdekaan. “ kalimat itu menutup cerita Ibu Fatmawati
kepada mega, siang hari itu.
“
Ibu ... Aku menyesal. Kenapa kau tak lahirkan aku sejak Ibu berjuang untuk
Indonesia. Mungkin saat itu aku bisa merasakan apa yang terjadi ditahun itu.
Aku ingin berjuang untuk Indonesia seperti Ibu “. Tanggapan Mega seusai
menyimak kisah dari Ibunya.
“
Apa yang perlu kau seseli, Mega ?. Semuanya sudah terjadi tak ada yang
disesali. Kamu adalah generasi penerus bangsa ini. Tugasmu menjaga keutuhan
bangsa Indonesia. Itu tidak mudah, maka kau juga harus berjuang untuk
mempertahankannya!”. Tegas Ibu Fatmawati untuk membangkitkan semangat putrinya,
Megawati.
“
Mega, siap Ibu. Mega siap mempertahankan nama Indonesia. Mega akan menjadi
generasi penerus bangsa yang dapat melanjutkan perjuangan pahlawan dan para
tokoh yang telah merdeka dari penjajah!” Semangatnya kian membara.
Kemudian
Mega mematikan layar monitor komputernya. Dan beranjak keluar Istana untuk
menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya dan menyongsong merah putih
berkibar gagah di halaman istana.
Malang, 17
Agustus 2017
Komentar
Posting Komentar